Candi Prambanan
Candi
Prambanan atau Candi Rara Jonggrang adalah kompleks candi Hindu terbesar di
Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 masehi. Candi ini dipersembahkan untuk
Trimurti, tiga dewa utama Hindu yaitu Brahma sebagai dewa pencipta, Wishnu
sebagai dewa pemelihara, dan Siwa sebagai dewa pemusnah. Berdasarkan prasasti
Siwagrha nama asli kompleks candi ini adalah Siwagrha (bahasa Sanskerta yang
bermakna 'Rumah Siwa'), dan memang di garbagriha (ruang utama) candi ini
bersemayam arca Siwa Mahadewa setinggi tiga meter yang menujukkan bahwa di
candi ini dewa Siwa lebih diutamakan.
Candi
ini terletak di desa Prambanan, pulau Jawa, kurang lebih 20 kilometer timur
Yogyakarta, 40 kilometer barat Surakarta dan 120 kilometer selatan Semarang,
persis di perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa
Yogyakarta. Candi Rara Jonggrang terletak di desa Prambanan yang wilayahnya
dibagi antara kabupaten Sleman dan Klaten.
Candi
ini adalah termasuk Situs Warisan Dunia UNESCO, candi Hindu terbesar di
Indonesia, sekaligus salah satu candi terindah di Asia Tenggara. Arsitektur
bangunan ini berbentuk tinggi dan ramping sesuai dengan arsitektur Hindu pada
umumnya dengan candi Siwa sebagai candi utama memiliki ketinggian mencapai 47
meter menjulang di tengah kompleks gugusan candi-candi yang lebih kecil.
Sebagai salah satu candi termegah di Asia Tenggara, candi Prambanan menjadi
daya tarik kunjungan wisatawan dari seluruh dunia.
Menurut
prasasti Siwagrha, candi ini mulai dibangun pada sekitar tahun 850 masehi oleh
Rakai Pikatan, dan terus dikembangkan dan diperluas oleh Balitung Maha Sambu,
di masa kerajaan Medang Mataram.
Pembangunan
Prambanan
adalah candi Hindu terbesar dan termegah yang pernah dibangun di Jawa kuno,
pembangunan candi Hindu kerajaan ini dimulai oleh Rakai Pikatan sebagai
tandingan candi Buddha Borobudur dan juga candi Sewu yang terletak tak jauh
dari Prambanan. Beberapa sejarawan lama menduga bahwa pembangunan candi agung
Hindu ini untuk menandai kembali berkuasanya keluarga Sanjaya atas Jawa, hal
ini terkait teori wangsa kembar berbeda keyakinan yang saling bersaing; yaitu
wangsa Sanjaya penganut Hindu dan wangsa Sailendra penganut Buddha. Pastinya, dengan
dibangunnya candi ini menandai bahwa Hinduisme aliran Saiwa kembali mendapat
dukungan keluarga kerajaan, setelah sebelumnya wangsa Sailendra cenderung lebih
mendukung Buddha aliran Mahayana. Hal ini menandai bahwa kerajaan Medang
beralih fokus dukungan keagamaanya, dari Buddha Mahayana ke pemujaan terhadap
Siwa.
Bangunan
ini pertama kali dibangun sekitar tahun 850 Masehi oleh Rakai Pikatan dan
secara berkelanjutan disempurnakan dan diperluas oleh Raja Lokapala dan raja
Balitung Maha Sambu. Berdasarkan prasasti Siwagrha berangka tahun 856 M,
bangunan suci ini dibangun untuk memuliakan dewa Siwa, dan nama asli bangunan
ini dalam bahasa Sanskerta adalah Siwagrha (Sanskerta:Shiva-grha yang berarti:
'Rumah Siwa') atau Siwalaya (Sanskerta:Shiva-laya yang berarti: 'Ranah Siwa'
atau 'Alam Siwa'). Dalam prasasti ini disebutkan bahwa saat pembangunan candi
Siwagrha tengah berlangsung, dilakukan juga pekerjaan umum perubahan tata air
untuk memindahkan aliran sungai di dekat candi ini. Sungai yang dimaksud adalah
sungai Opak yang mengalir dari utara ke selatan sepanjang sisi barat kompleks
candi Prambanan. Sejarawan menduga bahwa aslinya aliran sungai ini berbelok
melengkung ke arah timur, dan dianggap terlalu dekat dengan candi sehingga
erosi sungai dapat membahayakan konstruksi candi. Proyek tata air ini dilakukan
dengan membuat sodetan sungai baru yang memotong lengkung sungai dengan poros
utara-selatan sepanjang dinding barat di luar kompleks candi. Bekas aliran
sungai asli kemudian ditimbun untuk memberikan lahan yang lebih luas bagi
pembangunan deretan candi perwara (candi pengawal atau candi pendamping).
Beberapa
arkeolog berpendapat bahwa arca Siwa di garbhagriha (ruang utama) dalam candi
Siwa sebagai candi utama merupakan arca perwujudan raja Balitung, sebagai arca
pedharmaan anumerta beliau. Nama Prambanan, berasal dari nama desa tempat candi
ini berdiri, diduga merupakan perubahan nama dialek bahasa Jawa dari "Para
Brahman", yang mungkin merujuk kepada masa jaya candi ini yang dahulu
dipenuhi oleh para brahmana.
Kompleks
bangunan ini secara berkala terus disempurnakan oleh raja-raja Medang Mataram
berikutnya, seperti raja Daksa dan Tulodong, dan diperluas dengan membangun
ratusan candi-candi tambahan di sekitar candi utama. Karena kemegahan candi
ini, candi Prambanan berfungsi sebagai candi agung Kerajaan Mataram, tempat
digelarnya berbagai upacara penting kerajaan. Pada masa puncak kejayaannya,
sejarawan menduga bahwa ratusan pendeta brahmana dan murid-muridnya berkumpul
dan menghuni pelataran luar candi ini untuk mempelajari kitab Weda dan
melaksanakan berbagai ritual dan upacara Hindu. Sementara pusat kerajaan atau
keraton kerajaan Mataram diduga terletak di suatu tempat di dekat Prambanan di
Dataran Kewu.
Diterlantarkan
Sekitar
tahun 930-an, ibu kota kerajaan berpindah ke Jawa Timur oleh Mpu Sindok, yang
mendirikan Wangsa Isyana. Penyebab kepindahan pusat kekuasaan ini tidak
diketahui secara pasti. Akan tetapi sangat mungkin disebabkan oleh letusan
hebat Gunung Merapi yang menjulang sekitar 20 kilometer di utara candi
Prambanan. Kemungkinan penyebab lainnya adalah peperangan dan perebutan
kekuasaan. Setelah perpindahan ibu kota, candi Prambanan mulai terlantar dan
tidak terawat, sehingga pelan-pelan candi ini mulai rusak dan runtuh.
Bangunan
candi ini diduga benar-benar runtuh akibat gempa bumi hebat pada abad ke-16.
Meskipun tidak lagi menjadi pusat keagamaan dan ibadah umat Hindu, candi ini
masih dikenali dan diketahui keberadaannya oleh warga Jawa yang menghuni desa
sekitar. Candi-candi serta arca Durga dalam bangunan utama candi ini mengilhami
dongeng rakyat Jawa yaitu legenda Rara Jonggrang. Setelah perpecahan Kesultanan
Mataram pada tahun 1755, reruntuhan candi dan sungai Opak di dekatnya menjadi
tanda pembatas antara wilayah Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta
(Solo).
Penemuan
kembali
Penduduk
lokal warga Jawa di sekitar candi sudah mengetahui keberadaan candi ini. Akan
tetapi mereka tidak tahu latar belakang sejarah sesungguhnya, siapakah raja dan
kerajaan apa yang telah membangun monumen ini. Sebagai hasil imajinasi, rakyat
setempat menciptakan dongeng lokal untuk menjelaskan asal-mula keberadaan
candi-candi ini; diwarnai dengan kisah fantastis mengenai raja raksasa, ribuan
candi yang dibangun oleh makhluk halus jin dan dedemit hanya dalam tempo satu
malam, serta putri cantik yang dikutuk menjadi arca. Legenda mengenai candi
Prambanan dikenal sebagai kisah Rara Jonggrang.
Pada
tahun 1733, candi ini ditemukan oleh CA. Lons seorang berkebangsaan Belanda.
Candi ini menarik perhatian dunia ketika pada masa pendudukan Britania atas
Jawa. Ketika itu Colin Mackenzie, seorang surveyor bawahan Sir Thomas Stamford
Raffles, menemukan candi ini. Meskipun Sir Thomas kemudian memerintahkan
penyelidikan lebih lanjut, reruntuhan candi ini tetap terlantar hingga
berpuluh-puluh tahun. Penggalian tak serius dilakukan sepanjang 1880-an yang
sayangnya malah menyuburkan praktek penjarahan ukiran dan batu candi. Kemudian
pada tahun 1855 Jan Willem IJzerman mulai membersihkan dan memindahkan beberapa
batu dan tanah dari bilik candi. Beberapa saat kemudian Isaäc Groneman
melakukan pembongkaran besar-besaran dan batu-batu candi tersebut ditumpuk
secara sembarangan di sepanjang Sungai Opak. Arca-arca dan relief candi diambil
oleh warga Belanda dan dijadikan hiasan taman, sementara warga pribumi
menggunakan batu candi untuk bahan bangunan dan pondasi rumah.
Pemugaran
Pemugaran
dimulai pada tahun 1918, akan tetapi upaya serius yang sesungguhnya dimulai
pada tahun 1930-an. Pada tahun 1902-1903, Theodoor van Erp memelihara bagian
yang rawan runtuh. Pada tahun 1918-1926, dilanjutkan oleh Jawatan Purbakala
(Oudheidkundige Dienst) di bawah P.J. Perquin dengan cara yang lebih sistematis
sesuai kaidah arkeologi. Sebagaimana diketahui para pendahulunya melakukan
pemindahan dan pembongkaran beribu-ribu batu secara sembarangan tanpa
memikirkan adanya usaha pemugaran kembali. Pada tahun 1926 dilanjutkan De Haan
hingga akhir hayatnya pada tahun 1930. Pada tahun 1931 digantikan oleh Ir. V.R.
van Romondt hingga pada tahun 1942 dan kemudian diserahkan kepemimpinan
renovasi itu kepada putra Indonesia dan itu berlanjut hingga tahun 1993.
Upaya
renovasi terus menerus dilakukan bahkan hingga kini. Pemugaran candi Siwa yaitu
candi utama kompleks ini dirampungkan pada tahun 1953 dan diresmikan oleh
Presiden pertama Republik Indonesia Sukarno. Banyak bagian candi yang
direnovasi, menggunakan batu baru, karena batu-batu asli banyak yang dicuri
atau dipakai ulang di tempat lain. Sebuah candi hanya akan direnovasi apabila
minimal 75% batu asli masih ada. Oleh karena itu, banyak candi-candi kecil yang
tak dibangun ulang dan hanya tampak fondasinya saja.
Kini,
candi ini termasuk dalam Situs Warisan Dunia yang dilindungi oleh UNESCO,
status ini diberikan UNESCO pada tahun 1991. Kini, beberapa bagian candi Prambanan
tengah direnovasi untuk memperbaiki kerusakan akibat gempa Yogyakarta 2006.
Gempa ini telah merusak sejumlah bangunan dan patung.
Peristiwa
kontemporer
Pada
awal tahun 1990-an pemerintah memindahkan pasar dan kampung yang merebak secara
liar di sekitar candi, menggusur kawasan perkampungan dan sawah di sekitar
candi, dan memugarnya menjadi taman purbakala. Taman purbakala ini meliputi
wilayah yang luas di tepi jalan raya Yogyakarta-Solo di sisi selatannya,
meliputi seluruh kompleks candi Prambanan, termasuk Candi Lumbung, Candi
Bubrah, dan Candi Sewu di sebelah utaranya. Pada tahun 1992 Pemerintah
Indonesia Perusahaan milik negara, Persero PT Taman Wisata Candi Borobudur,
Prambanan, dan Ratu Boko. Badan usaha ini bertugas mengelola taman wisata purbakala
di Borobudur, Prambanan, Ratu Boko, serta kawasan sekitarnya. Prambanan adalah
salah satu daya tarik wisata terkenal di Indonesia yang banyak dikunjungi
wisatawan dalam negeri ataupun wisatwan mancanegara.
Tepat
di seberang sungai Opak dibangun kompleks panggung dan gedung pertunjukan
Trimurti yang secara rutin menggelar pertunjukan Sendratari Ramayana. Panggung
terbuka Trimurti tepat terletak di seberang candi di tepi Barat sungai Opak
dengan latar belakang Candi Prambanan yang disoroti cahaya lampu. Panggung
terbuka ini hanya digunakan pada musim kemarau, sedangkan pada musim penghujan,
pertunjukan dipindahkan di panggung tertutup. Tari Jawa Wayang orang Ramayana
ini adalah tradisi adiluhung keraton Jawa yang telah berusia ratusan tahun,
biasanya dipertunjukkan di keraton dan mulai dipertunjukkan di Prambanan pada
saat bulan purnama sejak tahun 1960-an. Sejak saat itu Prambanan telah menjadi
daya tarik wisata budaya dan purbakala utama di Indonesia.
Setelah
pemugaran besar-besaran tahun 1990-an, Prambanan juga kembali menjadi pusat
ibadah agama Hindu di Jawa. Kebangkitan kembali nilai keagamaan Prambanan
adalah karena terdapat cukup banyak masyarakat penganut Hindu, baik pendatang
dari Bali atau warga Jawa yang kembali menganut Hindu yang bermukim di
Yogyakarta, Klaten dan sekitarnya. Tiap tahun warga Hindu dari provinsi Jawa
Tengah dan Yogyakarta berkumpul di candi Prambanan untuk menggelar upacara pada
hari suci Galungan, Tawur Kesanga, dan Nyepi.
Pada
27 Mei 2006 gempa bumi dengan kekuatan 5,9 pada skala Richter (sementara United
States Geological Survey melaporkan kekuatan gempa 6,2 pada skala Richter)
menghantam daerah Bantul dan sekitarnya. Gempa ini menyebabkan kerusakan hebat
terhadap banyak bangunan dan kematian pada penduduk sekitar. Gempa ini berpusat
pada patahan tektonik Opak yang patahannya sesuai arah lembah sungai Opak dekat
Prambanan. Salah satu bangunan yang rusak parah adalah kompleks Candi
Prambanan, khususnya Candi Brahma. Foto awal menunjukkan bahwa meskipun
kompleks bangunan tetap utuh, kerusakan cukup signifikan. Pecahan batu besar,
termasuk panil-panil ukiran, dan kemuncak wajra berjatuhan dan berserakan di
atas tanah. Candi-candi ini sempat ditutup dari kunjungan wisatawan hingga
kerusakan dan bahaya keruntuhan dapat diperhitungkan. Balai arkeologi
Yogyakarta menyatakan bahwa diperlukan waktu berbulan-bulan untuk mengetahui
sejauh mana kerusakan yang diakibatkan gempa ini. Beberapa minggu kemudian,
pada tahun 2006 situs ini kembali dibuka untuk kunjungan wisata. Pada tahun
2008, tercatat sejumlah 856.029 wisatawan Indonesia dan 114.951 wisatawan
mancanegara mengunjungi Prambanan. Pada 6 Januari 2009 pemugaran candi Nandi
selesai. Pada tahun 2009, ruang dalam candi utama tertutup dari kunjungan
wisatawan atas alasan keamanan.
Kompleks
Candi
Pintu
masuk ke kompleks bangunan ini terdapat di keempat arah penjuru mata angin,
akan tetapi arah hadap bangunan ini adalah ke arah timur, maka pintu masuk
utama candi ini adalah gerbang timur. Kompleks candi Prambanan terdiri dari:
3
Candi Trimurti : candi Siwa, Wisnu,
dan Brahma
3
Candi Wahana : candi Nandi, Garuda,
dan Angsa
2 Candi Apit : terletak antara barisan candi-candi Trimurti dan
candi-candi Wahana di sisi
utara dan selatan
4
Candi Kelir : terletak di 4
penjuru mata angin tepat di balik pintu masuk halaman dalam
atau zona inti
4
Candi Patok : terletak di 4 sudut
halaman dalam atau zona inti
224
Candi Perwara: tersusun dalam 4 barisan konsentris dengan jumlah candi dari
barisan terdalam hingga terluar: 44, 52, 60,
dan 68
Maka
terdapat total 240 candi di kompleks Prambanan.
Aslinya
terdapat 240 candi besar dan kecil di kompleks Candi Prambanan. Tetapi kini
hanya tersisa 18 candi; yaitu 8 candi utama dan 8 candi kecil di zona inti
serta 2 candi perwara. Banyak candi perwara yang belum dipugar, dari 224 candi
perwara hanya 2 yang sudah dipugar, yang tersisa hanya tumpukan batu yang
berserakan. Kompleks candi Prambanan terdiri atas tiga zona; pertama adalah
zona luar, kedua adalah zona tengah yang terdiri atas ratusan candi, ketiga adalah
zona dalam yang merupakan zona tersuci tempat delapan candi utama dan delapan
kuil kecil.
Penampang
denah kompleks candi Prambanan adalah berdasarkan lahan bujur sangkar yan
terdiri atas tiga bagian atau zona, masing-masing halaman zona ini dibatasi
tembok batu andesit. Zona terluar ditandai dengan pagar bujur sangkar yang
masing-masing sisinya sepanjang 390 meter, dengan orientasi Timur Laut - Barat
Daya. Kecuali gerbang selatan yang masih tersisa, bagian gerbang lain dan
dinding candi ini sudah banyak yang hilang. Fungsi dari halaman luar ini secara
pasti belum diketahui; kemungkinan adalah lahan taman suci, atau kompleks
asrama Brahmana dan murid-muridnya. Mungkin dulu bangunan yang berdiri di
halaman terluar ini terbuat dari bahan kayu, sehingga sudah lapuk dan musnah
tak tersisa.
Candi
Prambanan adalah salah satu candi Hindu terbesar di Asia Tenggara selain Angkor
Wat. Tiga candi utama disebut Trimurti dan dipersembahkan kepada tiga dewa
utama Trimurti: Siwa sang Penghancur, Wisnu sang Pemelihara dan Brahma sang
Pencipta. Di kompleks candi ini Siwa lebih diutamakan dan lebih dimuliakan dari
dua dewa Trimurti lainnya. Candi Siwa sebagai bangunan utama sekaligus yang
terbesar dan tertinggi, menjulang setinggi 47 meter.
Candi Siwa
Halaman
dalam adalah zona paling suci dari ketiga zona kompleks candi. Pelataran ini
ditinggikan permukaannya dan berdenah bujur sangkar dikurung pagar batu dengan
empat gerbang di empat penjuru mata angin. Dalam halaman berpermukaan pasir ini
terdapat delapan candi utama; yaitu tiga candi utama yang disebut candi
Trimurti ("tiga wujud"), dipersembahkan untuk tiga dewa Hindu
tertinggi: Dewa Brahma Sang Pencipta, Wishnu Sang Pemelihara, dan Siwa Sang
Pemusnah.
Candi
Siwa sebagai candi utama adalah bangunan terbesar sekaligus tetinggi di
kompleks candi Rara Jonggrang, berukuran tinggi 47 meter dan lebar 34 meter.
Puncak mastaka atau kemuncak candi ini dimahkotai modifikasi bentuk wajra yang
melambangkan intan atau halilintar. Bentuk wajra ini merupakan versi Hindu
sandingan dari stupa yang ditemukan pada kemuncak candi Buddha. Candi Siwa
dikelilingi lorong galeri yang dihiasi relief yang menceritakan kisah Ramayana;
terukir di dinding dalam pada pagar langkan. Di atas pagar langkan ini dipagari
jajaran kemuncak yang juga berbentuk wajra. Untuk mengikuti kisah sesuai
urutannya, pengunjung harus masuk dari sisi timur, lalu melakukan pradakshina
yakni berputar mengelilingi candi sesuai arah jarum jam. Kisah Ramayana ini
dilanjutkan ke Candi Brahma.
Candi
Siwa di tengah-tengah, memuat lima ruangan, satu ruangan di setiap arah mata
angin dan satu garbagriha, yaitu ruangan utama dan terbesar yang terletak di
tengah candi. Ruangan timur terhubung dengan ruangan utama tempat bersemayam
sebuah arca Siwa Mahadewa (Perwujudan Siwa sebagai Dewa Tertinggi) setinggi
tiga meter. Arca ini memiliki Lakçana (atribut atau simbol) Siwa, yaitu
chandrakapala (tengkorak di atas bulan sabit), jatamakuta (mahkota keagungan),
dan trinetra (mata ketiga) di dahinya. Arca ini memiliki empat lengan yang
memegang atribut Siwa, seperti aksamala (tasbih), camara (rambut ekor kuda
pengusir lalat), dan trisula. Arca ini mengenakan upawita (tali kasta)
berbentuk ular naga (kobra). Siwa digambarkan mengenakan cawat dari kulit
harimau, digambarkan dengan ukiran kepala, cakar, dan ekor harimau di pahanya.
Sebagian sejarawan beranggapa bahwa arca Siwa ini merupakan perwujudan raja
Balitung sebagai dewa Siwa, sebagai arca pedharmaan anumerta beliau. Sehingga
ketika raja ini wafat, arwahnya dianggap bersatu kembali dengan dewa penitisnya
yaitu Siwa. Arca Siwa Mahadewa ini berdiri di atas lapik bunga padma di atas
landasan persegi berbentuk yoni yang pada sisi utaranya terukir ular Nāga
(kobra).
Tiga
ruang yang lebih kecil lainnya menyimpan arca-arca yang ukuran lebih kecil yang
berkaitan dengan Siwa. Di dalam ruang selatan terdapat Resi Agastya, Ganesha
putra Siwa di ruang barat, dan di ruang utara terdapat arca sakti atau istri
Siwa, Durga Mahisasuramardini, menggambarkan Durga sebagai pembasmi Mahisasura,
raksasa Lembu yang menyerang swargaloka. Arca Durga ini juga disebut sebagai
Rara Jonggrang (dara langsing) oleh penduduk setempat. Arca ini dikaitkan
dengan tokoh putri legendaris Rara Jonggrang.
Candi Brahma dan Candi
Wishnu
Dua
candi lainnya dipersembahkan kepada Dewa Wisnu, yang terletak di sisi utara dan
satunya dipersembahkan kepada Brahma, yang terletak di sisi selatan. Kedua
candi ini menghadap ke timur dan hanya terdapat satu ruang, yang dipersembahkan
untuk dewa-dewa ini. Candi Brahma menyimpan arca Brahma dan Candi Wishnu
menyimpan arca Wishnu yang berukuran tinggi hampir 3 meter. Ukuran candi Brahma
dan Wishnu adalah sama, yakni lebar 20 meter dan tinggi 33 meter.
Candi Wahana
Tepat
di depan candi Trimurti terdapat tiga candi yang lebih kecil daripada candi
Brahma dan Wishnu yang dipersembahkan kepada kendaraan atau wahana dewa-dewa
ini; sang lembu Nandi wahana Siwa, sang Angsa wahana Brahma, dan sang Garuda
wahana Wisnu. Candi-candi wahana ini terletak tepat di depan dewa
penunggangnya. Di depan candi Siwa terdapat candi Nandi, di dalamnya terdapat
arca lembu Nandi. Pada dinding di belakang arca Nandi ini di kiri dan kanannya
mengapit arca Chandra dewa bulan dan Surya dewa matahari. Chandra digambarkan
berdiri di atas kereta yang ditarik 10 kuda, sedangkan Surya berdiri di atas
kereta yang ditarik 7 kuda. Tepat di depan candi Brahma terdapat candi Angsa.
Candi ini kosong dan tidak ada arca Angsa di dalamnya. Mungkin dulu pernah
bersemayam arca Angsa sebagai kendaraan Brahma di dalamnya. Di depan candi
Wishnu terdapat candi yang dipersembahkan untuk Garuda, akan tetapi sama
seperti candi Angsa, di dalam candi ini tidak ditemukan arca Garuda. Mungkin
dulu arca Garuda pernah ada di dalam candi ini. Hingga kini Garuda menjadi
lambang penting di Indonesia, yaitu sebagai lambang negara Garuda Pancasila.
Candi Apit, Candi
Kelir, dan Candi Patok
Di
antara baris keenam candi-candi utama ini terdapat Candi Apit. Ukuran Candi
Apit hampir sama dengan ukuran candi perwara, yaitu tinggi 14 meter dengan
tapak denah 6 x 6 meter. Disamping 8 candi utama ini terdapat candi kecil
berupa kuil kecil yang mungkin fungsinya menyerupai pelinggihan dalam Pura
Hindu Bali tempat meletakan canang atau sesaji, sekaligus sebagai aling-aling
di depan pintu masuk. Candi-candi kecil ini yaitu; 4 Candi Kelir pada empat
penjuru mata angin di muka pintu masuk, dan 4 Candi Patok di setiap sudutnya.
Candi Kelir dan Candi Patok berbentuk miniatur candi tanpa tangga dengan tinggi
sekitar 2 meter.
Candi Perwara
Dua
dinding berdenah bujur sangkar yang mengurung dua halaman dalam, tersusun
dengan orientasi sesuai empat penjuru mata angin. Dinding kedua berukuran
panjang 225 meter di tiap sisinya. Di antara dua dinding ini adalah halaman
kedua atau zona kedua. Zona kedua terdiri atas 224 candi perwara yang disusun dalam
empat baris konsentris. Candi-candi ini dibangun di atas empat undakan
teras-teras yang makin ke tengah sedikit makin tinggi. Empat baris candi-candi
ini berukuran lebih kecil daripada candi utama. Candi-candi ini disebut
"Candi Perwara" yaitu candi pengawal atau candi pelengkap.
Candi-candi perwara disusun dalam empat baris konsentris baris terdalam terdiri
atas 44 candi, baris kedua 52 candi, baris ketiga 60 candi, dan baris keempat
sekaligus baris terluar terdiri atas 68 candi.
Masing-masing
candi perwara ini berukuran tinggi 14 meter dengan tapak denah 6 x 6 meter, dan
jumlah keseluruhan candi perwara di halaman ini adalah 224 candi. Kesemua candi
perwara ini memiliki satu tangga dan pintu masuk sesuai arah hadap utamanya,
kecuali 16 candi di sudut yang memiliki dua tangga dan pintu masuk menghadap ke
dua arah luar. Jika kebanyakan atap candi di halaman dalam zona inti berbentuk
wajra, maka atap candi perwara berbentuk ratna yang melambangkan permata.
Aslinya
ada banyak candi yang ada di halaman ini, akan tetapi hanya sedikit yang telah
dipugar. Bentuk candi perwara ini dirancang seragam. Sejarawan menduga bahwa
candi-candi ini dibiayai dan dibangun oleh penguasa daerah sebagai tanda bakti
dan persembahan bagi raja. Sementara ada pendapat yang mengaitkan empat baris
candi perwara melambangkan empat kasta, dan hanya orang-orang anggota kasta itu
yang boleh memasuki dan beribadah di dalamnya; baris paling dalam hanya oleh
dimasuki kasta Brahmana, berikutnya hingga baris terluar adalah barisan candi
untuk Ksatriya, Waisya, dan Sudra. Sementara pihak lain menganggap tidak ada
kaitannya antara candi perwara dan empat kasta. Barisan candi perwara
kemungkinan dipakai untuk beribadah, atau tempat bertapa (meditasi) bagi
pendeta dan umatnya.
Arsitektur
Arsitektur
candi Prambanan berpedoman kepada tradisi arsitektur Hindu yang berdasarkan
kitab Wastu Sastra. Denah candi megikuti pola mandala, sementara bentuk candi
yang tinggi menjulang merupakan ciri khas candi Hindu. Prambanan memiliki nama
asli Siwagrha dan dirancang menyerupai rumah Siwa, yaitu mengikuti bentuk
gunung suci Mahameru, tempat para dewa bersemayam. Seluruh bagian kompleks
candi mengikuti model alam semesta menurut konsep kosmologi Hindu, yakni
terbagi atas beberapa lapisan ranah, alam atau Loka.
Seperti
Borobudur, Prambanan juga memiliki tingkatan zona candi, mulai dari yang kurang
suci hingga ke zona yang paling suci. Meskipun berbeda nama, tiap konsep Hindu
ini memiliki sandingannya dalam konsep Buddha yang pada hakikatnya hampir sama.
Baik lahan denah secara horisontal maupun vertikal terbagi atas tiga zona:
Bhurloka
(dalam Buddhisme: Kamadhatu), adalah ranah terendah makhluk yang fana; manusia,
hewan, juga makhluk halus dan iblis. Di ranah ini manusia masih terikat dengn
hawa nafsu, hasrat, dan cara hidup yang tidak suci. Halaman terlar dan kaki
candi melambangkan ranah bhurloka.
Bhuwarloka
(dalam Buddhisme: Rupadhatu), adalah alam tegah, tempat orang suci, resi,
pertapa, dan dewata rendahan. Di alam ini manusia mulai melihat cahaya
kebenaran. Halaman tengah dan tubuh candi melambangkan ranah bhuwarloka.
Swarloka
(dalam Buddhisme: Arupadhatu), adalah ranah trtinggi sekaligus tersuci tempat
para dewa bersemayam, juga disebut swargaloka. Halaman dalam dan atap candi
melambangkan ranah swarloka. Atap candi-candi di kompleks Prambanan dihiasi
dengan kemuncak mastaka berupa ratna (Sanskerta: permata), bentuk ratna
Prambanan merupakan modifikasi bentuk wajra yang melambangkan intan atau
halilintar. Dalam arsitektur Hindu Jawa kuno, ratna adalah sandingan Hindu
untuk stupa Buddha, yang berfungsi sebagai kemuncak atau mastaka candi.
Pada
saat pemugaran, tepat di bawah arca Siwa di bawah ruang utama candi Siwa
terdapat sumur yang didasarnya terdapat pripih (kotak batu). Sumur ini sedalam
5,75 meter dan peti batu pripih ini ditemukan diatas timbunan arang kayu,
tanah, dan tulang belulang hewan korban. Di dalam pripih ini terdapat
benda-benda suci seperti lembaran emas dengan aksara bertuliskan Waruna (dewa
laut) dan Parwata (dewa gunung). Dalam peti batu ini terdapat lembaran tembaga
bercampur arang, abu, dan tanah, 20 keping uang kuno, beberapa butir permata,
kaca, potongan emas, dan lembaran perak, cangkang kerang, dan 12 lembaran emas
(5 diantaranya berbentuk kura-kura, ular naga (kobra), padma, altar, dan telur).
Relief
Relief
di Prambanan menampilkan Shinta tengah diculik Rahwana yang menunggangi raksasa
bersayap, sementara burung Jatayu di sebelah kiri atas mencoba menolong
Shinta.Panil khas Prambanan, singa di dalam relung diapit dua pohon kalpataru
yang masing-masing diapit oleh sapasang kinnara-kinnari atau sepasang
margasatwa.
Ramayana dan
Krishnayana
Candi
ini dihiasi relief naratif yang menceritakan epos Hindu; Ramayana dan
Krishnayana. Relif berkisah ini diukirkan pada dinding sebelah dalam pagar langkan
sepanjang lorong galeri yang mengelilingi tiga candi utama. Relief ini dibaca
dari kanan ke kiri dengan gerakan searah jarum jam mengitari candi. Hal ini
sesuai dengan ritual pradaksina, yaitu ritual mengelilingi bangunan suci searah
jarum jam oleh peziarah. Kisah Ramayana bermula di sisi timur candi Siwa dan
dilanjutkan ke candi Brahma temple. Pada pagar langkan candi Wisnu terdapat
relief naratif Krishnayana yang menceritakan kehidupan Krishna sebagai salah
satu awatara Wishnu.
Relief
Ramayana menggambarkan bagaimana Shinta, istri Rama, diculik oleh Rahwana.
Panglima bangsa wanara (kera), Hanuman, datang ke Alengka untuk membantu Rama
mencari Shinta. Kisah ini juga ditampilkan dalam Sendratari Ramayana, yaitu
pagelaran wayang orang Jawa yang dipentaskan secara rutin di panggung terbuka
Trimurti setiap malam bulan purnama. Latar belakang panggung Trimurti adalah
pemandangan megah tiga candi utama yang disinari cahaya lampu.
Lokapala, Brahmana, dan
Dewata
Di
seberang panel naratif relief, di atas tembok tubuh candi di sepanjang galeri
dihiasi arca-arca dan relief yang menggambarkan para dewata dan resi brahmana.
Arca dewa-dewa lokapala, dewa surgawi penjaga penjuru mata angin dapat
ditemukan di candi Siwa. Sementara arca para brahmana penyusun kitab Weda
terdapat di candi Brahma. Di candi Wishnu terdapat arca dewata yang diapit oleh
dua apsara atau bidadari kahyangan.
Panil Prambanan: Singa
dan Kalpataru
Di
dinding luar sebelah bawah candi dihiasi oleh barisan relung (ceruk) yang
menyimpan arca singa diapit oleh dua panil yang menggambarkan pohon hayat
kalpataru. Pohon suci ini dalam mitologi Hindu-Buddha dianggap pohon yang dapat
memenuhi harapan dan kebutuhan manusia. Di kaki pohon Kalpataru ini diapit oleh
pasangan kinnara-kinnari (hewan ajaib bertubuh burung berkepala manusia), atau
pasangan hewan lainnya, seperti burung, kijang, domba, monyet, kuda, gajah, dan
lain-lain. Pola singa diapit kalpataru adalah pola khas yang hanya ditemukan di
Prambanan, karena itulah disebut "Panil Prambanan".
Museum
Prambanan
Di
dalam kompleks taman purbakala candi Prambanan terdapat sebuah museum yang
menyimpan berbagai temuan benda bersejarah purbakala. Museum ini terletak di
sisi utara Candi Prambanan, antara candi Prambanan dan candi Lumbung. Museum
ini dibangun dalam arsitektur tradisional Jawa, berupa rumah joglo. Koleksi
yang tersimpan di museum ini adalah berbagai batu-batu candi dan berbagai arca
yang ditemukan di sekitar lokasi candi Prambanan; misalnya arca lembu Nandi,
resi Agastya, Siwa, Wishnu, Garuda, dan arca Durga Mahisasuramardini, termasuk
pula batu Lingga Siwa, sebagai lambang kesuburan.
Replika
harta karun emas temuan Wonoboyo yang terkenal itu, berupa mangkuk berukir
Ramayana, gayung, tas, uang, dan perhiasan emas, juga dipamekan di museum ini.
Temuan Wonoboyo yang asli kini disimpan di Museum Nasional Indonesia di
Jakarta. Replika model arsitektur beberapa candi seperti Prambanan, Borobudur,
dan Plaosan juga dipamerkan di museum ini. Museum ini dapat dimasuki secara
gratis oleh pengunjung taman purbakala Prambanan karena tiket masuk taman
wisata sudah termasuk museum ini. Pertunjukan audio visual mengenai candi
Prambanan juga ditampilkan disini.
Candi
lain di sekitar Prambanan
Dataran
Kewu atau dataran Prambanan adalah dataran subur yang membentang antara lereng
selatan kaki gunung Merapi di utara dan jajaran pegunungan kapur Sewu di
selatan, dekat perbatasan Yogyakarta dan Klaten, Jawa Tengah. Selain candi
Prambanan, lembah dan dataran di sekitar Prambanan kaya akan peninggalan
arkeologi candi-candi Buddha paling awal dalam sejarah Indonesia, serta
candi-candi Hindu. Candi Prambanan dikelilingi candi-candi Buddha. Masih di
dalam kompleks taman wisata purbakala, tak jauh di sebelah utara candi
Prambanan terdapat reruntuhan candi Lumbung dan candi Bubrah. Lebih ke utara
lagi terdapat candi Sewu, candi Buddha terbesar kedua setelah Borobudur. Lebih
jauh ke timur terdapat candi Plaosan. Di arah barat Prambanan terdapat candi
Kalasan dan candi Sari. Sementara di arah selatan terdapat candi Sojiwan, Situs
Ratu Baka yang terletak di atas perbukitan, serta candi Banyunibo, candi
Barong, dan candi Ijo.
Dengan
ditemukannya begitu banyak peninggalan bersejarah berupa candi-candi yang hanya
berjarak beberapa ratus meter satu sama lain, menunjukkan bahwa kawasan di
sekitar Prambanan pada zaman dahulu kala adalah kawasan penting. Kawasan yang
memiliki nilai penting baik dalam hal keagamaan, politik, ekonomi, dan
kebudayaan. Diduga pusat kerajaan Medang Mataram terletak disuatu tempat di
dataran ini. Kekayaan situs arkeologi, serta kecanggihan dan keindahan
candi-candinya menjadikan Dataran Prambanan tak kalah dengan kawasan bersejarah
terkenal lainnya di Asia Tenggara, seperti situs arkeologi kota purbakala
Angkor, Bagan, dan Ayutthaya.
Sarungisasi
Prambanan
Tata
Cara Pemakaian Sarung
ü Rentangkan
kain sarung sesuai dengan gambar Candi Prambanan menghadap ke atas.
ü Lipat
kain sarung kurang lebih 15cm dari atas.
ü Pasangkan
kain sarung melingkar pinggang anda.
ü Bagi
pengunjung wanita ikatan kain sarung di sebelah kiri.
ü Bagi
laki-laki ikatan kain sarung di sebelah kanan.
Pengembalian
sarung di jalur keluar Candi Prambanan